Pos blog pertama

MATEMATIKA DALAM DEBUT CALON PRESIDEN 2014

Oleh: Al Jupri

Soal berikut ini berisi kisah futuristik sederhana. Bila ada kesamaan dalam bentuk cerita, nama, dan sebagainya, itu kebetulan belaka. Tidak ada unsur politis, atau unsur-unsur lainnya. Hanya unsur pendidikan saja yang ada, dan sifatnya hiburan semata.

Berapakah nilai x yang memenuhi persamaan berikut:

(x^2 -3x + 2)(2014x + 2015) = (2016x + 2017)(x^2 -3x +2).

Itulah persamaan yang diajukan Prof. ABCD kepada enam calon presiden 2014 mendatang dalam acara debat capres yang diadakan stasiun TV swasta nasional. Dalam debat tersebut, hadir enam capres: Rhoma Irama, Abu Rizal Bakrie, Megawati, Jusuf Kalla, Prabowo, dan Mahfud MD.

Menurut Prof. ABCD, persamaan tersebut merupakan rumusan sederhana yang ia klaim sebagai temuannya dalam memecahkan masalah politik, sosial, ekonomi, kesehatan, pendidikan, dan keamanan Indonesia setidaknya untuk tahun 2014 hingga 2017 mendatang. Katanya, jika ada calon presiden yang mampu memecahkan soal tersebut, maka ia layak menjadi pemimpin di negeri ini.

Sebagai catatan, Prof. ABCD adalah ahli matematika yang juga gemar dalam bidang politik, sosial, ekonomi, pendidikan, sejarah, kesehatan, keamanan, dan hiburan (infotainment). 🙂

Menurut Anda, siapakah capres yang mampu menjawab pertanyaan Prof. ABCD tersebut?
A. Rhoma Irama
B. Abu Rizal Bakrie
C. Jusuf Kalla
D. …
E. …

Bila tak menemukan jawaban di pilihan yang tersedia, silakan isi sendiri ya. Selamat mencoba. 🙂

RAHASIA LEMBAH PYTHAGORAS

Dongeng oleh Al Jupri

Alkisah, menurut cerita dari mulut ke mulut, negeri Nusantara kita tercinta pernah kedatangan tokoh matematika terkenal yang namanya masyhur hingga saat ini. Ya, matematikawan terkenal itu dikenal dengan nama Pythagoras. Seorang matematikawan yang berasal dari negeri Yunani kuno. Sebuah negeri yang dikenal pernah melahirkan tokoh-tokoh berpengaruh dalam sejarah umat manusia.

Mungkin cerita kedatangan Pythagoras ke Nusantara adalah sebuah kejutan dalam sejarah matematika. Sebabnya jelas, kedatangannya tidaklah pernah tercatat dalam sejarah perjalanan sang tokoh ke negeri-negeri di kawasan Asia yang ditulis bangsa Eropa saat ini.

Itulah sebagian penggalan sejarah yang dibaca Tom di perpustakaan sekolah. Tom tak sempat melanjutkan membaca karena lonceng sekolah sudah berbunyi, menandakan waktu masuk kelas.

“Anak-anak sekalian, sebelum kita memulai pelajaran matematika hari ini, bapak akan bercerita tentang tokoh matematika paling terkenal. Tokoh itu bernama Pythagoras!” kata Pak Yudi di depan siswa-siswinya. Mendengar hal itu, Tom sedikit terkejut, sebuah kebetulan yang tak disangka-sangka karena ia telah sedikit membaca tentang Pythagoras.

Kebiasaan bercerita atau bahkan mendongeng sebelum pelajaran adalah ciri khas Pak Yudi untuk menarik minat siswa dalam pelajaran matematika. Sebuah kebiasaan yang sangat langka, jarang dilakukan guru-guru lainnya.

Tom, Jerry, Udin, Safira, Rahma, serta siswa-siswi yang lain segera memperhatikan Pak Yudi.

“Pythagoras hidup sekitar abad ke-enam sebelum Masehi. Dia dilahirkan di daerah Samos, suatu nama kepulauan di negeri Yunani kuno. Pythagoras adalah seorang yang cinta akan ilmu dan pengetahuan. Di masa mudanya, konon, dia pernah melanglangbuana mencari ilmu ke negeri-negeri di belahan timur negerinya,” Pak Yudi diam sejenak, menarik nafas. Para siswa tampak diam memperhatikan, tak ada suara terdengar, tak berisik seperti biasanya.

“Negeri-negeri yang pernah disinggahi dan menjadi tempat belajar Pythagoras meliputi: Mesir, Babylonia, India, hingga negeri China!”

Belum sempat Pak Yudi melanjutkan cerita, Tom segera angkat tangan. Lalu, ia menyampaikan sesuatu, “Pak, tadi saya membaca buku di perpustakaan tentang Pythagoras. Menurut buku itu, selain ke negeri-negeri yang bapak sebutkan tadi, Pythagoras juga pernah datang dan menetap di Nusantara kita. Apakah itu benar, Pak?”

“Hmm… barangkali benar. Sebab untuk sampai ke negeri China, salah satu jalan yang ditempuh bisa melalui kepulauan Nusantara kita. Karena itu, bisa jadi dia singgah, beberapa waktu menetap dan bahkan berguru di sini,” jawab Pak Yudi, mengira-ngira.

“Kalau benar Pythagoras singgah dan berguru di Nusantara kita, apa yang ia pelajari?” tanya Udin. Rupanya ia  ingin tahu apa saja yang bisa dipelajari Pythagoras di Nusantara kita–negara Indonesia saat ini. Bukan Pak Yudi yang menjawab pertanyaan Udin, melainkan Tom.

“Dari sekian banyak hal yang dipelajari, Pythagoras belajar tentang perkalian dengan bilangan 11,” kata Tom. Lalu, setelah diminta Pak Yudi, Tom menjelaskan teknik perkalian bilangan 11 yang dipelajari Pythagoras, seperti berikut.

Misalkan AB adalah sebuah bilangan terdiri dari dua angka, yaitu A dan B. Cara menentukan hasil perkalian AB x 11 adalah:

(i) Pisahkan A dan  B menjadi A … B

(ii) Lengkapi titik-titik antara A dan B dengan hasil dari A + B.

Contoh: Untuk menghitung 24 x 11 dengan cara di atas, maka caranya:

(i) Tulis 2 … 4.

(ii) Karena 2 + 4 = 6, lalu dengan menempatkan 6 pada titik-titik antara 2 dan 4, maka diperoleh 24 x 11 = 264.

“Wah, kereeeeeeeeen! Gampang sekali!” kata Rahma, terpesona dengan cara yang dijelaskan Tom. Pak Yudi, beserta sebagian siswa-siswinya pun terperangah dengan cara yang Tom jelaskan!

“Sebentaaaaaar, tungguuuuuuu….,” kata Safira, mengagetkan teman-temannya yang sedang terpesona.  Tom, Jerry, Udin, Pak Yudi dan yang lain tampak bertanya-tanya, kenapa Safira tiba-tiba berteriak begitu.

“Tom, tadi kamu bilang, kamu membaca buku tentang Pythagoras di perpustakaan, ya?” tanya Safira.

“Iya, saya baca buku itu. Saya baca buku berjudul, ‘Rahasia Lembah Pythagoras: Warisan Matematika Nusantara‘,” jawab Tom, seraya menyebutkan buku yang tadi dibacanya.

“Bukan judul bukunya yang saya tanyaaaaa….! Yang saya tanya, apa benar kamu membaca buku di perpustakaan? Bukankah sekolah kita tidak punya perpustakaan?” jelas Safira. Kontan saja, Tom kaget, tiba-tiba terjatuh di depan kelas.

***

Ternyata, kejadian di atas tidak benar-benar terjadi. Yang nyata terjadi adalah Tom jatuh dari tempat tidur, terbangun dari mimpi.

***

Cerita ini masih bersambung lho…